Analisis Puisi Taufiq Ismail

Aku Belum Bisa Menyebutmu Lagi

Karya Taufiq Ismail

Ya, aku belum bisa menyebut namamu lagi

Dalam surat, buku harian dan percakapan sehari-hari

Kembali seakan sebuah janji diikrarkan

Apa lagi yang dapat kita ucapkan

 

Seperti dulu, namamu penuh belum bisa kusebut kini

Jauhkan daku dari kekhianatan, doaku setiap kali

Daun-daun asam mulai bermerahan dalam guguran

Bara kemarau, lunglai dan teramat perlahan

 

Di atas hutan kelelawar senja beterbangan

Beratus sayap berombak-ombak ke selatan

Menyebar di atas baris-baris merah berangkat tenggelam

Dan sekian ratus senja yang kucatat jadi malam

 

Kabut pun bagai uban di atas hutan-hutan

Uap air tipis, merendah dari tepi-tepi

Tak sampai gerimis hanya awan berlayangan

Duh namamu penuh, yang belum bisa kusebut kini

 

Pada suatu hari namamu utuh akan kusebut lagi

Di titik senyap kekhianatan doaku setiap kali

Di atas baris-baris merah yang berangkat tenggelam

Sekian ribu senja kucatat jadi malam

·         Makna Puisi.

 

Pada bait pertama, penulis menceritakan bahwa ia belum bisa menyebut nama seseorang yang dicintainya.

 

Pada bait kedua, penulis menceritakan tentang bahwa ia sama seperti dahulu, masih belum bisa menyebut nama orang yang dicintainya.

 

Pada bait ketiga, penulis menceritakan tentang informasi yang ia dapatkan mengenai seseorang yang dicintainya tersebut.

 

Pada bait keempat, penulis menceritakan bahwa disaat mendung pun ia masih belum bisa menyebut nama tersebut.

 

Pada bait kelima, penulis menceritakan bahwa suatu saat nanti, ia pasti mampu menyebut dan menyatakan perasaannya kepada seseorang yang dicintainya tersebut, setelah mengetahui tentangnya.

Unsur Instrinsik dan Ekstrinsik dalam Puisi

1.        Unsur Instrinsik

 

·         Tema yaitu ide, pokok pikiran, gagasan atau hal yang hendak dikemukakan oleh penulis baik secara tersirat maupun tersurat. Tema diatas adalah perasaan terpendam.

 

·         Amanat yaitu pesan yang ingin disampaikan penulis melalui puisinya. Amanat dari puisi ini yaitu bahwa pada suatu saat nanti, penulis akan dapat menyebut nama seseorang yang dicintainya tersebut.

 

 

·         Perasaan yaitu apa yang sedang dirasakan penulis terhadap pembuatan puisinya.

 

·         Nada yaitu sikap penyair terhadap pembacanya. Misalnya rendah hati, mendikte, menggurui, persuasif dan lain-lain.

 

·         Tipografi disebut juga ukiran bentuk puisi, yaitu tatanan larik, bait, kalimat, frase, kata, dan bunyi untuk menghasilkan suatu bentuk fisik yang mampu mendukung isi, rasa, dan suasana.

 

 

·         Imaji yaitu  gambar – gambar dalam pikiran, atau gambaran angan si penyair. Setiap gambaran pikiran disebut citra atau imaji (image). Gambaran pikiran ini adalah sebuah efek dalam pikiran yang sangat menyerupai gambaran yang dihasilkan oleh penangkapan kita terhadap sebuah objek yang dapat dilihat oleh mata (indra penglihatan). Pada puisi diatas, penulis menggambarkan bahwa dirinya berharap bisa menyatakan perasaannya tersebut.

 

 

·         Diksi yaitu, pemilihan kata-kata dengan cermat, teliti, dan setepat mungkin oleh penyair. Pada puisi di atas kata-kata dengan cermat, teliti, dan setepat mungkin oleh penyair. Pada puisi diatas kata- kata yang dipilih penulis tepat berdasarkan tema yang diangkat.

 

·          Kata konkret (imajinasi) yaitu penggunaan kata-kata yang tepat ( diksi yang baik) atau bermakna denotasi oleh penyair.

 

·         Gaya bahasa (majas) yaitu bahasa kias yang menimbulkan makna konotasi tertentu. Gaya bahasa pada puisi ini yaitu personifikasi. Personifikasi yaitu gaya bahasa yang membuat suasana benda bertingkah laku seperti manusia. Contohnya: Kabut pun bagai uban di atas hutan-hutan.

 

2.        Unsur Ekstrinsik  

 

·         Unsur biografi, yaitu latar belakang atau riwayat hidup penulis.

v  Nama penulis puisi : Taufiq Ismail

v  Agama : Islam 

v  Lahir : 25 Juni 1935, di Bukittinggi

 

·         Unsur nilai dalam cerita seperti ekonomi, politik, sosial, adat-istiadat, budaya, dan lain-lain.

 

·         Unsur kemasyarakatan, yaitu situasi sosial ketika puisi itu dibuat.