Menganalisis puisi teman sebangku
Bocah Tengik
karya Dinda Marisa
Bocah tengik
Kau tak ada ubahnya seperti bocah
Pikiranmu begitu licik
Hatimulah yang picik
Bahkan kau tikus berdecit
Hai bocah tengik
Janganlah merasa punya segalanya
Karena gayamu itu hambar
Macam orang terpakar
nan sedang menahan lapar
Bocah tengik
Hidupmu hanya sebatas alas kaki
Jangan seperti hendak memuji diri
Apalagi sikapmu yang tinggi hati
Namun kau akan tetap mati
Hai bocah tengik
Hijrahlah segera
Jangan terus membuat resah
Jangan terus menyumbar fitnah
Dan jangan lagi memancing amarah
Kau takkan berdiri apabila Allah murka
Judulnya “Bocah Tengik” yang mempunyai maksud : Seseorang yang memiliki sikap dan kelakuan yang buruk layaknya seorang bocah yang nakal.
Makna puisi
Bait 1 : Gambaran seseorang yang sudah dewasa namun sifatnya seperti anak-anak. Pikirannya licik yang menggunakan segala cara untuk dapat memenuhi keinginannya. Hati dan cara berpikirnya sempit. Ia juga sering membuat masalah.
Bait 2 : Seseorang yang sombong dan merasa memiliki segalanya. Gaya/sifatnya kurang bagus dan sudah umum terjadi. Ia seperti orang yang tidak pernah puas atas apa yang ia miliki.
Bait 3 : Seseorang yang dipandang rendah oleh orang lain karena ia sombong dan merasa memiliki segalanya. Padahal di dunia ini tak seorang pun hidup abadi, setiap orang pasti akan mati.
Bait 4 : Seseorang yang disuruh bertaubat agar tidak membuat resah/gelisah orang lain karena perilaku yang buruk dan keangkuhannya. Ia selalu menebarkan fitnah sehingga membuat orang lain marah. Seseorang tidak bisa apa-apa lagi jika Allah sudah berkehendak.
I. Unsur Intrinsik Puisi
1. Tema : Kemarahan orang-orang terhadap seseorang yang sifatnya seperti anak yang nakal. Sikap dan perilakunya buruk. Ia menggunakan segala cara untuk memenuhi keinginannya.
Kutipan :
“Bocah tengik
Kau tak ada ubahnya seperti bocah
Pikiranmu begitu licik”
2. Amanat : Sebagai seorang manusia, janganlah sombong karena semua yang dimiliki di dunia hanyalah titipan Allah dan jangan menghalalkan segala cara hanya untuk memenuhi keinginan.
Kutipan :
“Janganlah merasa punya segalanya”
“Kau takkan berdiri apabila Allah murka”
“Pikiranmu begitu licik”
3. Diksi
a). Makna kias (konotatif)
-Pikiranmu begitu licik = mampu menggunakan segala cara untuk dapat memenuhi keinginan.
-Hatimulah yang picik= Berpikiran sempit.
-Bahkan kau tikus berdecit = Orang yang sering membuat ribut.
-Karena gayamu itu hambar = Kelakuan buruk yang sering terjadi.
-Macam orang terpakar = Ahli dalam bidang tertentu / bisa segalanya.
-Nan sedang menahan lapar = Tidak pernah puas atas apa yang dimiliki.
-Hidupmu hanya sebatas alas kaki = Dipandang rendah.
-Hijrahlah segera = bertaubat/memperbaiki diri dari kesalahan.
b). Lambang (simbol) adalah penggantian suatu hal/benda dengan benda lain.
Bocah tengik yang dilambangkan sebagai seseorang yang sikap dan kelakuan yang buruk seperti bocah yang nakal.
4. Imaji taktil adalah pengimajian dengan menggunakan kata-kata yang mampu memengaruhi perasaan pembaca sehingga ikut terpengaruh perasaannya.
Kutipan :
“Jangan terus membuat resah”
“Dan jangan lagi memancing amarah”
“Kau takkan berdiri apabila Allah murka”
5. Suasana adalah perasaan/keadaan jiwa pembaca setelah membaca puisi.
Puisi Bocah Tengik menggambarkan suasana kemarahan.
“Jangan terus membuat resah
Jangan terus menyumbar fitnah
Dan jangan lagi memancing amarah
Kau takkan berdiri apabila Allah murka”
6. Nada adalah sikap penyair terhadap pembaca.
Puisi bocah Tengik menggunakan nada menyindir seseorang agar dia berubah menjadi lebih baik.
“Janganlah merasa punya segalanya
Karena gayamu itu hambar
macam orang terpakar
nan sedang menahan lapar”
“Hidupmu hanya sebatas alas kaki
Jangan seperti hendak memuji diri
Apalagi sikapmu yang tinggi hati”
“Hijrahlah segera
Jangan terus membuat resah
Jangan terus menyumbar fitnah
Dan jangan lagi memancing amarah
Kau takkan berdiri apabila Allah murka”
7. Rasa adalah sentuhan perasaan penulis
Puisi Bocah Tengik menggunakan rasa kemarahan.
“Janganlah merasa punya segalanya”
“Hijrahlah segera
Jangan terus membuat resah
Jangan terus menyumbar fitnah
Dan jangan lagi memancing amarah
Kau takkan berdiri apabila Allah murka”
8. Majas
•Majas asosiasi (perumpamaan) adalah perbandingan terhadap dua hal yang pada hakikatnya berbeda, tetapi sengaja dianggap sama.
“Kau tak ada ubahnya seperti bocah”
•Majas simbolik adalah majas yang digunakan untuk melukiskan sesuatu dengan menggunakan binatang, benda atau tumbuhan sebagai simbol.
“Bahkan kau tikus berdecit”
9. Rima adalah pengulangan bunyi dalam kata atau suku kata yang ada dalam puisi.
•Rima sejajar berpola : a-a-a-a.
“Hidupmu hanya sebatas alas kaki
Jangan seperti hendak memuji diri
Apalagi sikapmu yang tinggi hati
Hidupmu itu takkan abadi
Namun kau akan tetap mati”
•Rima asonansi adalah persamaan bunyi vokal pada kata.
“Pikiranmu begitu licik
Hatimulah yang picik”
•Rima paruh adalah persamaan bunyi akhir pada suku kata terakhir.
“Karena gayamu itu hambar
macam orang terpakar
nan sedang menahan lapar”
“Jangan terus membuat resah
Jangan terus menyumbar fitnah
Dan jangan lagi memancing amarah”
•Rima awal adalah persamaan kata yang terletak pada sajak kalimat.
“Jangan terus membuat resah
Jangan terus menyumbar fitnah”
II. Unsur Ekstrinsik Puisi
1. Profesi/status : Siswa di SMAN 1 Lubuk Alung
2. Agama : Islam