resensi novel garuda di dadaku
Judul buku : Garuda di Dadaku
Pengarang : Salman Aristo
Penerbit : PT Mizan Pustaka
Tempat dan tahun terbit : Bandung, 2009
Tebal buku : 144 halaman
Harga buku : Rp 37.500
Jenis kertas : Quarto
Warna sampul : Biru
lembar III
2. Riwayat kepengarangan
Salman Aristo, lahir 13 April 1976 adalah seorang penulis skenario film. Salman lulus dari jurusan jurnalistik di Universitas Padjajaran Bandung, dan merintis karier awal sebagai penulis naskah (script writer) di tahun 2004. Bersama istrinya, Retna Ginatri S Noer, Salman Aristo menulis skenario dan mendapatkan nominasi penulis skenario terbaik di Festival Film Indonesia tahun 2005 untuk Film “Brownies” , tahun 2006 untuk Film “Jomblo”, dan 2011 untuk “Sang Penari”. Ditambah nominasi di Festival Forum Bandung buat “Ayat-Ayat Cinta” dan “Laskar Pelangi” serta mendapatkan International grand pada Jiffest Script Development Competition tahun 2006.Alumni Jurnalistik dari Universitas Padjadjaran ini juga sekarang sudah memproduseri beberapa film antara lain: Aries, Foto Kotak dan Jendela, Asmara Dua Diana, Queen Bee, 5 Elang, dan Garuda Di Dadaku 1 dan 2. Dialah Managing Director dari rumah produksi film SBO Films. Salman bekerja sebagai penulis dan produser terbaik di tanah air kita. Hampir semua karyanya mendapat sambutan hangat dari masyarakat luas, karena karya Salman Aristo mengandung nilai-nilai moral dan mengandung ciri khas tersendiri dari hasil karya penulis yang lain.
lembar IV
3. Sinopsis cerita
Tokoh utama dalam film ini adalah Bayu, seorang anak yang duduk di bangku sekolah dasar yang terus berusaha keras menggapai mimpinya menjadi pemain sepak bola. Ia memiliki fisik yang kecil tetapi mepunyai semangat juang yang tinggi walaupun ia tinggal di tengah keluarga yang sederhana tanpa seorang ayah yang sudah meninggal. Dan dia mempunyai mimpi menjadi seorang pemain sepak bola dan masuk ke Tim Nasional Indonesia. Bayu mempunyai bakat bermain sepak bola dari ayahnya yang dulunya juga adalah seorang pemain sepak bola. Tetapi sayang, cita-cita Bayu itu ditentang oleh sang kakek yang lebih senang Bayu mengikuti berbagai macam kursus demi masa depannya. Ternyata kakek mempunyai alasan yang kuat untuk melarang Bayu bermain bola.
Ayah Bayu yang dulunya seorang pemain bola mengalami cedera yang sangat berat dan akhirnya hanya menjadi seorang supir taksi. Sampai akhirnya ia tidak bisa menjadi seorang pemain bola yang hebat dan sukses. Kakek Bayu tidak mau nasib yang sama menimpa Bayu cucu yang ia sayangi. Bayu yang benar-benar mencintai sepak bola tidak mau begitu saja menuruti apa kata kakeknya. Apalagi ketika secara tiba-tiba ia mendapat tawaran beasiswa di sebuah sekolah sepak bola terkenal di Jakarta yang dapat membantunya masuk ke Tim Nasional Indonesia. Alhasil, Bayu dibantu oleh temannya, Heri, harus menyembunyikan hal ini dari kakek Bayu dan berlatih secara diam-diam. Heri adalah seorang anak orang kaya yang menggilai sepak bola tetapi sayangnya ia tidak bisa bermain bola karena ia adalah penyandang cacat dan harus duduk di kursi roda. Oleh sebab itu Heri sangat senang dan menjadikan dirinya sebagai manajer Bayu yang memfasilitasi Bayu begitu rupa demi mewujudkan cita-cita Bayu. Secara tidak sengaja mereka bertemu dan berteman dengan Zahra, seorang anak perempuan penjaga kuburan yang ikut mendukung cita-cita Bayu dengan mengijinkan Bayu berlatih di kuburan tempat ia tinggal. Setelah dia menemukan tempat berlatih pun usaha untuk meraih cita-citanya tidak berjalan dengan mulus.
Masalah pun muncul ketika Bayu membohongi kakeknya yang mengira bahwa ia berbakat menjadi seorang pelukis. Tidak diduga kakek datang dan melihat Bayu di sekolah sepak bolanya dan tiba-tiba ia terserang penyakit jantung dan dilarikan ke rumah sakit. Bayu merasa bersalah dan menyesal telah membohongi kakeknya. Ia memutuskan untuk berhenti bermain bola dan tidak berteman lagi dengan Heri karena ia menyesal telah mengikuti nasihat Heri. Tak disangka kakek Bayu sadar bahwa ia salah dan mendukung Bayu bermain sepak bola. Akhirnya Bayu kembali ikut seleksi tim dan kembali bersahabat dengan Heri. Dengan dukungan ibu, kakek, Heri dan Zahra, Bayu berhasil lolos seleksi masuk Tim Nasional Indonesia dan menggapai mimpinya selama ini.
Ayah Bayu yang dulunya seorang pemain bola mengalami cedera yang sangat berat dan akhirnya hanya menjadi seorang supir taksi. Sampai akhirnya ia tidak bisa menjadi seorang pemain bola yang hebat dan sukses. Kakek Bayu tidak mau nasib yang sama menimpa Bayu cucu yang ia sayangi. Bayu yang benar-benar mencintai sepak bola tidak mau begitu saja menuruti apa kata kakeknya. Apalagi ketika secara tiba-tiba ia mendapat tawaran beasiswa di sebuah sekolah sepak bola terkenal di Jakarta yang dapat membantunya masuk ke Tim Nasional Indonesia. Alhasil, Bayu dibantu oleh temannya, Heri, harus menyembunyikan hal ini dari kakek Bayu dan berlatih secara diam-diam. Heri adalah seorang anak orang kaya yang menggilai sepak bola tetapi sayangnya ia tidak bisa bermain bola karena ia adalah penyandang cacat dan harus duduk di kursi roda. Oleh sebab itu Heri sangat senang dan menjadikan dirinya sebagai manajer Bayu yang memfasilitasi Bayu begitu rupa demi mewujudkan cita-cita Bayu. Secara tidak sengaja mereka bertemu dan berteman dengan Zahra, seorang anak perempuan penjaga kuburan yang ikut mendukung cita-cita Bayu dengan mengijinkan Bayu berlatih di kuburan tempat ia tinggal. Setelah dia menemukan tempat berlatih pun usaha untuk meraih cita-citanya tidak berjalan dengan mulus.
Masalah pun muncul ketika Bayu membohongi kakeknya yang mengira bahwa ia berbakat menjadi seorang pelukis. Tidak diduga kakek datang dan melihat Bayu di sekolah sepak bolanya dan tiba-tiba ia terserang penyakit jantung dan dilarikan ke rumah sakit. Bayu merasa bersalah dan menyesal telah membohongi kakeknya. Ia memutuskan untuk berhenti bermain bola dan tidak berteman lagi dengan Heri karena ia menyesal telah mengikuti nasihat Heri. Tak disangka kakek Bayu sadar bahwa ia salah dan mendukung Bayu bermain sepak bola. Akhirnya Bayu kembali ikut seleksi tim dan kembali bersahabat dengan Heri. Dengan dukungan ibu, kakek, Heri dan Zahra, Bayu berhasil lolos seleksi masuk Tim Nasional Indonesia dan menggapai mimpinya selama ini.
lembar V
4. Keunggulan dan kelemahan buku
Keunggulan novel ini tidak hanya bagus tetapi juga mendidik karena penuh dengan motivasional, persahabatan yang tulus , semangat untuk mencapai cita-cita , hubungan baik yang di jalani antara anak dan orang tua , dan tentu saja film ini membangkitkan semangat nasionalisme .
Kelemahan film ini peran kakek kurang gereget karena kakek yang sejak awal membenci sepak bola dan selalu menghalangi cucunya agar tidak bermain bola diperlihatkan dengan ekspresi yang sangat emosional , yang membuktikan bahwa ia seolah-olah bangga dengan apa yang ia takutkan selama ini .
lembar VI
5. Gaya bahasa
Gaya bahasa yang digunakan dalam Garuda di dadaku adalah informal, lugas, riang khas anak-anak, mudah dipahami dan pesan moral yang disampaikan tidak terkesan menggurui. Ada percampuran bahasa yang digunakan dalam menulis novel agar tidak berkesan kaku, yaitu :
Bahasa Inggris
“ I, ehm….really like Liverpool… (hal. 45)
Bahasa Daerah
“ini baju orang sukses,Bayu! Kamu harus jadi wong sukses!” (hal.17)
“ Liat ini! Edhan, tho! Dahyat!” (hal.103)
lembar VII
6. Kesimpulan
Dari novel yang di buat oleh Salman Aristo ini, saya dapat mengambil beberapa pelajaran hidup yang penting, salah satunya tentang persahabatan yang kuat, yang rela berkorban demi orang lain. Novel ini pun mengajarkan kita untuk tidak boleh pantang menyerah bila menginginkan sesuatu, dan tidak ada yang tidak mungkin asalkan kita mau dan berusaha. Sebagai contohnya adalah Bayu yang selalu mendapat hambatan dalam meraih mimpinya, tapi dia tidak pernah gentar dan selalu berusaha untuk menjadikan mimpinya menjadi kenyataan dan membuat orang yang dia sayangi bangga terhadap dia.