Seonggok jagung
Karya W.S Rendra
Seonggok jagung di kamar,
takkan menolong seorang pemuda
yang pandangan hidupnya hanya berasal dari buku,
dan tidak dari kehidupan…
Yang tidak terlatih dalam metode,
dan hanya penuh hafalan kesimpulan,
yang hanya terlatih sebagai pemakai,
tetapi kurang latihan bebas berkarya,
Pendidikan telah memisahkannya dari kehidupannya!
Aku bertanya
Apakah gunanya pendidikan,
bila hanya akan membuat seseorang menjadi asing
di tengah kenyataan persoalannya?
Apakah gunanya pendidikan bila hanya mendorong seseorang
menjadi layang-layang di ibu kota,
menjadi sekrup-sekrup di Schlumberger, Freeport, dan sebagainya,
kikuk pulang ke daerahnya?
Apakah gunanya seseorang belajar teknik, kedokteran, filsafat, sastra,
atau apa saja,
ketika ia pulang ke rumahnya, lalu berkata:
“Di sini aku merasa asing dan sepi!!”
1. Puisi karya W.S Rendra di atas menggambarkan seorang pemuda yang hanya tinggal berdiam; terkunkung di dalam rumah sehingga dia tidak hidup bebas bergerak dan berekspresidi luar rumah. Setelah membaca puisi tersebut, bandingkan isinya dengan kesempatan kalian berpendapat dalam kehidupan sehari-hari!
Menurut saya, karakter yang diceritakan dalam puisi ia merupakan seorang siswa yang tidak memakai prinsip “Alam Takambang Jadi Guru”. Yang tidak bebas mengeluarkan pendapatnya karena hanya terpaku pada buku tanpa melihat sekitarnya. Jika, dibandingkan dengan kesempatan saya berpendapat, maka saya juga memang tidak begitu bebas untuk mengeluarkan pendapat. Tapi, saya tidak hanya terpaku pada buku dan menjadikan lingkungan sekitar menjadi tempat yang nyaman.
2. Bagaimanakah kesempatan kalian untuk berpendapat di rumah?
Menurut saya, memang saya diberi kesempatan untuk berpendapat di rumah, kalau hanya ada ayah,ibu dan kakak saya. Tapi, kalau berhadapan dengan keluarga besar saya masih belum bisa mengeluarkan pendapat saya, karena saya masih dianggap belum mengerti dan belum bisa ikut campur.
3. Bagaimanakah kalian untuk berpendapat di masyarakat?
Kesempatan untuk perpendapat di masyarakat, mungkin belum begitu maximal karna saya masih jarang untuk mengeluarkan pendapat dalam masyarakat.
4. Setujukah kalian bahwa pendidikan sekolah yang sekarang diselenggarakan di negara tercinta ini secara terus-menerus sedang mengembangkan kesempatan untuk berpendapat bagi siswa?
Benar sekali, contohnya perubahan kurikulim pendidikan dari KTSP menjadi K13. Saat SD kami masih memakai KTSP, jadi semua materi yang ada diterangkan oleh guru mata pelajaran, sebab itu kami masih belum menguarkan pendapat dengan bebas. Tapi, semenjak kami menggunakan K13, kami diwajibkan untuk mengeluarkan dan menanggapi sebuah pendapat.
5. Sebagai siswa, apakah kalian merasa bebas atau tidak untuk bependapat di sekolah?
Kami diberi kebebasan untuk mengeluarkan pendapat di sekolah. Tapi, sebagian dari kami masih belum begitu bisa untuk mengeluarkan pendapatnya karena malu dan takut ditertawakan.
6. Dengan cara apakah biasanya kalian mengajukan pendapat di sekolah?
Siapakah yang biasanya mendengarkan pendapat kalian di sekolah? Biasanya saya, berbicara langsung atau dengan memasukkan surat ke kotak pendapat (untuk sekolah). Dan yang biasanya mendengarkan adalah guru BK, Wali kelas, teman-teman,dan guru yang bersangkutan.
7. Saat mengikuti pelajaran di kelas, kapan kalian diberi kesempatan untuk berpendapat?
Ketika kami melakukan diskusi dan PBM (Proses Belajar Mengajar).
8. Apakah pendapat kalian sering disetujui atau ditolak? Tahukah kalian mengapa disetujui atau ditolak?
Pendapat saya seringkali ditolak, karena pendapat saya seringkali dianggap bertentangan dengan pendapat mereka, dan menganggap bahwa pendapat saya aneh serta tidak masuk akal.