Biografi Syekh Burhanudin
Burhanuddin Ulakan Pariaman atau dikenal dengan sebutan Syeikh Burhanuddin Ulakan adalah ulama yang berpengaruh di daerah Minangkabau sekaligus ulama yang menyebarkan Islam di Kerajaan Pagaruyung. Selain itu ia terkenal sebagai pahlawan pergerakan Islam melawan penjajahan VOC. Ia juga dikenal sebagai ulama sufi pengamal (Mursyid) Tarekat Shatariyah di daerah Minangkabau, Sumatera Barat.
Nama ulakan sendiri berasal dari sebutan Penolakan untuk tempat empat sahabat syeikh Burhanuddin yang ditolak kembali belajar dengan Syeikh Abdurrauf dan diperintah untuk menjadi murid Syeikh Burhanuddin atas perintah Syeikh Abdurrauf sendiri sekaligus membantu Syeikh Burhanuddin dalam mengembangkan Agama Islam di Ranah Minang.
Kehidupan awal dan pendidikan
Syeikh Burhanuddin lahir dengan nama Pono [ Sipono (si Panuah /Samporono) ] tahun 1646 di Sintuk, Kabupaten Padang Pariaman. Ia lahir di Ulakan (Pariaman), sebuah desa di dekat Padang Panjang.
Syeikh Burhanuddin bukan penduduk asli manaruko di Ulakan tetapi dia datang dari Guguak Sikaladi Pariangan Padang Panjang Tanah Datar ayahnya Pampak sati karimun merah bersuku Koto dan Ibunya Cukuik Bilang Pandai bersuku Guci yang sejak 256 tahun sebelumnya sudah merupakan daerah kerajaan Pagaruyung sekitar 30 KM ditimur Pariangan.
Neneknya bernama Puti aka Lundang keturunan Putri bangsawan kakeknya bernama Tantejo Gurhano. Dari pasangan ini lahirlah Ayahnya Pampak Sati Karimun Merah merupakan seorang Datu pandai obat.
Sementara neneknya Puti aka Lundang bersuku Guci garis keturunan dari kuweak di batu hampar putiah lereng gunung merapi.
Kehidupan sehari hari si pono kecil tidak ubahnya seperti anak seusianya yang selalu belajar dan bermain namun ada kekhususan yang setiap malam diajarkan ayahnya yaitu ilmu kebathinan dan kedigyaan bela diri silat. Dimana bekal pelajaran inilah yang dia sisipi pada pengembangan agama kelak.
Masa kecilnya belum banyak mengenal ajaran Islam, dikarenakan orang tua serta lingkungan masyarakatnya belum banyak mengenal ajaran tersebut. Ketika kecil, ia dan ayahnya masih memeluk agama Budha. Namun kemudian, atas ajakan dan dakwah seorang pedagang Gujarat yang saat itu menyebarkan agama Islam di Pekan Batang Bengkawas (sekarang Pekan Tuo), Syeikh Burhanuddin dan ayahnya kemudian meninggalkan agama Budha dan masuk agama Islam.
Menginjak usia dewasa, Syeikh Burhanuddin mulai merantau dan meninggalkan tempat orang tuanya. Syekh Burhanuddin pernah belajar di Aceh dan berguru kepada Syekh Abdur Rauf as-Singkili, seorang Mufti Kerajaan Aceh yang berpegaruh, yang pernah menjadi murid dan penganut setia ajaran Syekh Ahmad al-Qusyasyi dari Madinah. Oleh Syekh Ahmad keduanya diberi wewenang untuk menyebarkan agama Islam di daerahnya masing-masing.
Selama sepuluh tahun, Syeikh Burhanuddin banyak belajar ilmu-ilmu keislaman maupun tarekat dari gurunya, Syekh Abdur Rauf as-Singkili. Ia mempelajari ilmu-ilmu Bahasa Arab, tafsir, hadis, fikih, tauhid, akhlak, tasawuf, aqidah, syari’ah dan masalah-masalah yang menyangkut tarekat, hakikat dan makrifat.
Mendirikan pesantren dan mengembangkan tarekat Shatariyah
Setelah tiga puluh tahun menuntut ilmu di Aceh, Syeikh Burhanuddin kembali ke tempat asalnya, Minangkabau, untuk menyebarkan ajaran Islam di sana. Pada tahun 1680, ia kembali ke Ulakan dan mendirikan surau di Tanjung Medan yang terletak di kompleks seluas sekitar lima hektare. Di sana, ia menyebarkan ajaran Islam sekaligus mengembangkan Tarekat Sathariyah. Di surau inilah beberapa aktivitas keagamaan dan sosial dilakukan, seperti shalat lima waktu, belajar ilmu agama, musyawarah, berdakwah, termasuk berkesenian dan mempelajari ilmu bela diri. Surau ini kemudian berkembang pesat dan menjadi sebuah Pondok Pesantren. Syeikh Burhanuddin memperoleh penghormatan yang luar biasa oleh masyarakat, sehingga ajaran yang ia bawa mudah diterima di sana. Selain itu, mulai banyak murid dan santri yang berdatangan untuk berguru kepadanya, baik dari wilayah Minangkabau sendiri, Riau, Jambi, Malaka, maupun dari daerah-daerah lain.
Melalui pesantren asuhannya, Syeikh Burhanuddin mengajarkan berbagai disiplin ilmu keislaman kepada para santrinya, seperti ilmu tafsir, hadis, fikih, akidah, dan lain-lain. Selain itu, ia juga memberikan dakwah islamiah melalui pengajian kepada warga masyarakat. Atas usaha Syeikh Burhanuddin tersebut, ajaran Islam cepat menyebar di wilayah Minangkabau.
Wafat
Syeikh Burhanuddin meninggal pada 20 Juni 1704 pada umur 58 tahun. Syeikh Burhanuddin memimpin pesanteren tidak begitu lama, setelah sepuluh tahun memimpin ia meninggal. Kemudian, pesantren tersebut dilanjutkan di bawah kepemimpinan puteranya, Syeikh Abdullah Faqih.
Atas jasa dan perjuangan menyebarkan Islam di Sumatera Barat, hingga saat ini makam Syeikh Burhanuddin mendapat perhatian besar dari para peziarah, terutama oleh para jama’ah Tarekat Shatariyah. Menurut tradisi setempat, ziarah tersebut disebut Basapa atau “bersafar serempak bersama puluhan ribu orang”, karena dilakukan setiap hari Rabu, tanggal 10 Shafar.
Analisis Biografi
Halaman 214
No |
Pertanyaan |
Jawaban |
1. |
Mengapa teks tersebut tergolong ke dalam biografi ? |
Karena di dalam teks tersebut menceritakan riwayat dan perjalanan hidup seseorang. |
2. |
Apakah isi dari teks biografi tersebut ? |
Syeikh Burhanudin adalah ulama yang berpengaruh dalam menyebarkan dan mengembangkan agama islam di sumatra barat. |
3. |
Bagaimana pola penyajian teks biografi tersebut |
Alur maju |
4. |
Siapakah nama tokoh yang biografinya sedang dibacakan ? |
Syekh Burhanudin |
5. |
Apa peranannya sehingga layak dibuatkan biografi ? |
Menyebarkan agama islam di minangkabau |
6. |
Bagaimanakah masa kecilnya ? |
Nama kecilnya yaitu pono.Ia setiap hari seperti anak lainnya yaitu bermain dan belajar.Namun ada waktu khusus pada malam hari diajarkan oleh ayahnya belajar ilmu kebathinan dan kedighyaan bela diri silat. |
7. |
Bagaimana masa mudanya ? |
Pada masa mudanya Syeikh burhanudin merantau dan meninggalkan tempat orang tuanya.Kemudian ia belajar agama islam kepada Syeikh Abdur Ra’uf as-Singkili seorang mufti kerajaan Aceh yang berpengaruh,ia pernah menjadi murid setia dan penganut setia ajaran Syeikh al-Qusyasyi di madinah. |
8. |
Kesulitan atau masalah apa yang pernah dialaminya ? |
Ia ingin mengajarkan agama islam yang baru dianutnya kepada masyarakat, namun ilmunya masih kurang untuk menyebarkan agama islam. |
9. |
Bagaimana ia mengatasi kesulitan-kesulitan itu ? |
Untuk itu ia pergi ke Aceh belajar ilmu agama kepada Syeikh Abdur Rau’f as-singkili Setelah pergi menuntut ilmu agama di Aceh,Syeikh Burhanudin pulang kampung dan mengajarkan agama islam kepada masyarakat serta membangun sebuah pesantren. |
10. |
Karya apa saja yang telah dibuatnya ? |
Mendirikan sebuah pesantren |
11. |
Apabila bertemu dengan tokoh tersebut, apa yang akan kamu lakukan atau tanyakan ? |
Saya akan belajar salawat dulang |
Halaman 215
Kutipan Teks |
Bagian Struktur |
|
Burhanuddin Ulakan Pariaman atau dikenal dengan sebutan Syeikh Burhanuddin Ulakan adalah ulama yang berpengaruh di daerah Minangkabau sekaligus ulama yang menyebarkan Islam di Kerajaan Pagaruyung. Selain itu ia terkenal sebagai pahlawan pergerakan Islam melawan penjajahan VOC. Ia juga dikenal sebagai ulama sufi pengamal (Mursyid) Tarekat Shatariyah di daerah Minangkabau, Sumatera Barat.
|
Orientasi |
|
Kehidupan sehari hari si pono kecil tidak ubahnya seperti anak seusianya yang selalu bejajar dan bermain namun ada kekhususan yang setiap malam diajarkan ayahnya yaitu ilmu kebathinan dan kedigyaan bela diri silat. Dimana bekal pelajaran inilah yang dia sisipi pada pengembangan agama kelak. Masa kecilnya belum banyak mengenal ajaran Islam, dikarenakan orang tua serta lingkungan masyarakatnya belum banyak mengenal ajaran tersebut. Ketika kecil, ia dan ayahnya masih memeluk agama Budha. Namun kemudian, atas ajakan dan dakwah seorang pedagang Gujarat yang saat itu menyebarkan agama Islam di Pekan Batang Bengkawas (sekarang Pekan Tuo), Syeikh Burhanuddin dan ayahnya kemudian meninggalkan agama Budha dan masuk agama Islam. Menginjak usia dewasa, Syeikh Burhanuddin mulai merantau dan meninggalkan tempat orang tuanya. Syekh Burhanuddin pernah belajar di Aceh dan berguru kepada Syekh Abdur Rauf as-Singkili, seorang Mufti Kerajaan Aceh yang berpegaruh, yang pernah menjadi murid dan penganut setia ajaran Syekh Ahmad al-Qusyasyi dari Madinah. Oleh Syekh Ahmad keduanya diberi wewenang untuk menyebarkan agama Islam di daerahnya masing-masing. Setelah tiga puluh tahun menuntut ilmu di Aceh, Syeikh Burhanuddin kembali ke tempat asalnya, Minangkabau, untuk menyebarkan ajaran Islam di sana. Pada tahun 1680, ia kembali ke Ulakan dan mendirikan surau di Tanjung Medan yang terletak di kompleks seluas sekitar lima hektare. Di sana, ia menyebarkan ajaran Islam sekaligus mengembangkan Tarekat Sathariyah. Di surau inilah beberapa aktivitas keagamaan dan sosial dilakukan, seperti shalat lima waktu, belajar ilmu agama, musyawarah, berdakwah, termasuk berkesenian dan mempelajari ilmu bela diri. Surau ini kemudian berkembang pesat dan menjadi sebuah Pondok Pesantren. Syeikh Burhanuddin memperoleh penghormatan yang luar biasa oleh masyarakat, sehingga ajaran yang ia bawa mudah diterima di sana. Selain itu, mulai banyak murid dan santri yang berdatangan untuk berguru kepadanya, baik dari wilayah Minangkabau sendiri, Riau, Jambi, Malaka, maupun dari daerah-daerah lain.
|
Peristiwa dan masalah |
|
Syeikh Burhanuddin meninggal pada 20 Juni 1704 pada umur 58 tahun. Syeikh Burhanuddin memimpin pesanteren tidak begitu lama, setelah sepuluh tahun memimpin ia meninggal. Kemudian, pesantren tersebut dilanjutkan di bawah kepemimpinan puteranya, Syeikh Abdullah Faqih. Atas jasa dan perjuangan menyebarkan Islam di Sumatera Barat, hingga saat ini makam Syeikh Burhanuddin mendapat perhatian besar dari para peziarah, terutama oleh para jama’ah Tarekat Shatariyah. Menurut tradisi setempat, ziarah tersebut disebut Basapa atau “bersafar serempak bersama puluhan ribu orang”, karena dilakukan setiap hari Rabu, tanggal 10 Shafar.
|
Reorientasi |
Halaman 223
Aspek |
Syeikh Burhanudin |
Alur cerita {alur maju} |
cerita diawali pengenalan tokoh sampai menyebarkan agama islam di minangkabau |
Sudut pandang |
Sudut pandang orang ketiga serba tahu |
Gaya penulisan |
Deskriptif naratf |
Fokus penceritaan |
Menyebarkan agama islam di minangkabau sampai mendirikan sebuah pondok pesantren |
Halaman 226
Kutipan Teks Biografi |
Kepribadian Keunggulan |
Burhanuddin Ulakan Pariaman atau dikenal dengan sebutan Syeikh Burhanuddin Ulakan adalah ulama yang berpengaruh di daerah Minangkabau sekaligus ulama yang menyebarkan Islam di Kerajaan Pagaruyung. Selain itu ia terkenal sebagai pahlawan pergerakan Islam melawan penjajahan VOC. Ia juga dikenal sebagai ulama sufi pengamal (Mursyid) Tarekat Shatariyah di daerah Minangkabau, Sumatera Barat.
|
Pahlawan islam dan ulama berpengaruh di minangkabau |
Syekh Burhanuddin pernah belajar di Aceh dan berguru kepada Syekh Abdur Rauf as-Singkili, seorang Mufti Kerajaan Aceh yang berpegaruh, yang pernah menjadi murid dan penganut setia ajaran Syekh Ahmad al-Qusyasyi dari Madinah. Oleh Syekh Ahmad keduanya diberi wewenang untuk menyebarkan agama Islam di daerahnya masing-masing. |
Murid setia
|
Di sana, ia menyebarkan ajaran Islam sekaligus mengembangkan Tarekat Sathariyah. Di surau inilah beberapa aktivitas keagamaan dan sosial dilakukan, seperti shalat lima waktu, belajar ilmu agama, musyawarah, berdakwah, termasuk berkesenian dan mempelajari ilmu bela diri. |
Berbagi ilmu |
Melalui pesantren asuhannya, Syeikh Burhanuddin mengajarkan berbagai disiplin ilmu keislaman kepada para santrinya, seperti ilmu tafsir, hadis, fikih, akidah, dan lain-lain. Selain itu, ia juga memberikan dakwah islamiah melalui pengajian kepada warga masyarakat. Atas usaha Syeikh Burhanuddin tersebut, ajaran Islam cepat menyebar di wilayah Minangkabau. |
Seseorang yang menerapkan sikap disiplin |
Halaman 228-229
Kutipan Teks |
Pokok Informasi |
Burhanuddin Ulakan Pariaman atau dikenal dengan sebutan Syeikh Burhanuddin Ulakan adalah ulama yang berpengaruh di daerah Minangkabau sekaligus ulama yang menyebarkan Islam di Kerajaan Pagaruyung. Selain itu ia terkenal sebagai pahlawan pergerakan Islam melawan penjajahan VOC. Ia juga dikenal sebagai ulama sufi pengamal (Mursyid) Tarekat Shatariyah di daerah Minangkabau, Sumatera Barat.
|
Syeikh Burhanudin adalah ulama yang berpengaruh dalam menyebarkan agama islam di sumatra barat. |
Syeikh Burhanuddin lahir dengan nama Pono [ Sipono (si Panuah /Samporono) ] tahun 1646 di Sintuk, Kabupaten Padang Pariaman. Ia lahir di Ulakan (Pariaman), sebuah desa di dekat Padang Panjang. Syeikh Burhanuddin bukan penduduk asli manaruko di Ulakan tetapi dia datang dari Guguak Sikaladi Pariangan Padang Panjang Tanah Datar ayahnya Pampak sati karimun merah bersuku Koto dan Ibunya Cukuik Bilang Pandai bersuku Guci yang sejak 256 tahun sebelumnya sudah merupakan daerah kerajaan Pagaruyung sekitar 30 KM ditimur Pariangan.
|
Syeikh Burhanudin dengan nama kecil pono lahir ulakan pariaman tahun 1646. |
Syekh Burhanuddin pernah belajar di Aceh dan berguru kepada Syekh Abdur Rauf as-Singkili, seorang Mufti Kerajaan Aceh yang berpegaruh, yang pernah menjadi murid dan penganut setia ajaran Syekh Ahmad al-Qusyasyi dari Madinah. Oleh Syekh Ahmad keduanya diberi wewenang untuk menyebarkan agama Islam di daerahnya masing-masing. Selama sepuluh tahun, Syeikh Burhanuddin banyak belajar ilmu-ilmu keislaman maupun tarekat dari gurunya, Syekh Abdur Rauf as-Singkili. Ia mempelajari ilmu-ilmu Bahasa Arab, tafsir, hadis, fikih, tauhid, akhlak, tasawuf, aqidah, syari’ah dan masalah-masalah yang menyangkut tarekat, hakikat dan makrifat.
|
Syeik Burhanudinadalah murid dari Syeikh Abdur Rau’f as-Singkili seorang mufti kerajaan Aceh.
|
Setelah tiga puluh tahun menuntut ilmu di Aceh, Syeikh Burhanuddin kembali ke tempat asalnya, Minangkabau, untuk menyebarkan ajaran Islam di sana. Pada tahun 1680, ia kembali ke Ulakan dan mendirikan surau di Tanjung Medan yang terletak di kompleks seluas sekitar lima hektare. Di sana, ia menyebarkan ajaran Islam sekaligus mengembangkan Tarekat Sathariyah. Di surau inilah beberapa aktivitas keagamaan dan sosial dilakukan, seperti shalat lima waktu, belajar ilmu agama, musyawarah, berdakwah, termasuk berkesenian dan mempelajari ilmu bela diri. Surau ini kemudian berkembang pesat dan menjadi sebuah Pondok Pesantren. Syeikh Burhanuddin memperoleh penghormatan yang luar biasa oleh masyarakat, sehingga ajaran yang ia bawa mudah diterima di sana. Selain itu, mulai banyak murid dan santri yang berdatangan untuk berguru kepadanya, baik dari wilayah Minangkabau sendiri, Riau, Jambi, Malaka, maupun dari daerah-daerah lain.
|
Syeikh Burhanudin membangun sebuah pesantren di Tanjung Medan |
Syeikh Burhanuddin meninggal pada 20 Juni 1704 pada umur 58 tahun. Syeikh Burhanuddin memimpin pesanteren tidak begitu lama, setelah sepuluh tahun memimpin ia meninggal. Kemudian, pesantren tersebut dilanjutkan di bawah kepemimpinan puteranya, Syeikh Abdullah Faqih. Atas jasa dan perjuangan menyebarkan Islam di Sumatera Barat, hingga saat ini makam Syeikh Burhanuddin mendapat perhatian besar dari para peziarah, terutama oleh para jama’ah Tarekat Shatariyah. Menurut tradisi setempat, ziarah tersebut disebut Basapa atau “bersafar serempak bersama puluhan ribu orang”, karena dilakukan setiap hari Rabu, tanggal 10 Shafar.
|
Syeikh Burhanudin meninggal pada 20 juni 1704 pada usia 58 tahun.Atas jasanya , makam Syeikh Burhanudin mendapat perhatian peziarah yang dikenal dengan bersafar. |
Halaman 232
Cara Penggambaran Karakter Unggul Tokoh |
Kutipan Biografi |
Cara langsung |
1. Burhanuddin Ulakan Pariaman atau dikenal dengan sebutan Syeikh Burhanuddin Ulakan adalah ulama yang berpengaruh di daerah Minangkabau sekaligus ulama yang menyebarkan Islam di Kerajaan Pagaruyung. Selain itu ia terkenal sebagai pahlawan pergerakan Islam melawan penjajahan VOC. Ia juga dikenal sebagai ulama sufi pengamal (Mursyid) Tarekat Shatariyah di daerah Minangkabau, Sumatera Barat. 2. Syekh Burhanuddin pernah belajar di Aceh dan berguru kepada Syekh Abdur Rauf as-Singkili, seorang Mufti Kerajaan Aceh yang berpegaruh, yang pernah menjadi murid dan penganut setia ajaran Syekh Ahmad al-Qusyasyi dari Madinah. Oleh Syekh Ahmad keduanya diberi wewenang untuk menyebarkan agama Islam di daerahnya masing-masing. 3. Melalui pesantren asuhannya, Syeikh Burhanuddin mengajarkan berbagai disiplin ilmu keislaman kepada para santrinya, |
Cara tidak langsung |
–
|
Halaman 233
Cara Tidak Langsung |
Cara Langsung |
“Saya akan mengajarkan berbagai disiplin ilmu keislaman kepada para santri saya” kata Syeikh Burhanudin. |
Melalui pesantren asuhannya, Syeikh Burhanuddin mengajarkan berbagai disiplin ilmu keislaman kepada para santrinya, seperti ilmu tafsir, hadis, fikih, akidah, dan lain-lain. Selain itu, ia juga memberikan dakwah islamiah melalui pengajian kepada warga masyarakat. |
Halaman 236
No |
Kutipan Teks |
Analisis |
1. |
Burhanuddin Ulakan Pariaman atau dikenal dengan sebutan Syeikh Burhanuddin Ulakan adalah ulama yang berpengaruh di daerah Minangkabau sekaligus ulama yang menyebarkan Islam di Kerajaan Pagaruyung. Selain itu ia terkenal sebagai pahlawan pergerakan Islam melawan penjajahan VOC. Ia juga dikenal sebagai ulama sufi pengamal (Mursyid) Tarekat Shatariyah di daerah Minangkabau, Sumatera Barat.
|
Kata ganti,kata hubung,kata kerja,keterangan tempat. |
2. |
Syeikh Burhanuddin lahir dengan nama Pono [ Sipono (si Panuah /Samporono) ] tahun 1646 di Sintuk, Kabupaten Padang Pariaman. Ia lahir di Ulakan (Pariaman), sebuah desa di dekat Padang Panjang.
|
Keterangan waktu,keterangan tempat,kata ganti |
3. |
Kehidupan sehari hari si pono kecil tidak ubahnya seperti anak seusianya yang selalu belajar dan bermain namun ada kekhususan yang setiap malam diajarkan ayahnya yaitu ilmu kebathinan dan kedigyaan bela diri silat. Dimana bekal pelajaran inilah yang dia sisipi pada pengembangan agama kelak. Masa kecilnya belum banyak mengenal ajaran Islam, dikarenakan orang tua serta lingkungan masyarakatnya belum banyak mengenal ajaran tersebut. Ketika kecil, ia dan ayahnya masih memeluk agama Budha. Namun kemudian, atas ajakan dan dakwah seorang pedagang Gujarat yang saat itu menyebarkan agama Islam di Pekan Batang Bengkawas (sekarang Pekan Tuo), Syeikh Burhanuddin dan ayahnya kemudian meninggalkan agama Budha dan masuk agama Islam. |
Kata hubung,kata kerja,keterangan tempat |
4. |
Syekh Burhanuddin pernah belajar di Aceh dan berguru kepada Syekh Abdur Rauf as-Singkili, seorang Mufti Kerajaan Aceh yang berpegaruh, yang pernah menjadi murid dan penganut setia ajaran Syekh Ahmad al-Qusyasyi dari Madinah. Oleh Syekh Ahmad keduanya diberi wewenang untuk menyebarkan agama Islam di daerahnya masing-masing. Selama sepuluh tahun, Syeikh Burhanuddin banyak belajar ilmu-ilmu keislaman maupun tarekat dari gurunya, Syekh Abdur Rauf as-Singkili. Ia mempelajari ilmu-ilmu Bahasa Arab, tafsir, hadis, fikih, tauhid, akhlak, tasawuf, aqidah, syari’ah dan masalah-masalah yang menyangkut tarekat, hakikat dan makrifat.
|
Kata kerja,keterangan tempat,kata hubung. |
5. |
Setelah tiga puluh tahun menuntut ilmu di Aceh, Syeikh Burhanuddin kembali ke tempat asalnya, Minangkabau, untuk menyebarkan ajaran Islam di sana. Pada tahun 1680, ia kembali ke Ulakan dan mendirikan surau di Tanjung Medan yang terletak di kompleks seluas sekitar lima hektare. Di sana, ia menyebarkan ajaran Islam sekaligus mengembangkan Tarekat Sathariyah. Di surau inilah beberapa aktivitas keagamaan dan sosial dilakukan, seperti shalat lima waktu, belajar ilmu agama, musyawarah, berdakwah, termasuk berkesenian dan mempelajari ilmu bela diri. Surau ini kemudian berkembang pesat dan menjadi sebuah Pondok Pesantren. Syeikh Burhanuddin memperoleh penghormatan yang luar biasa oleh masyarakat, sehingga ajaran yang ia bawa mudah diterima di sana. Selain itu, mulai banyak murid dan santri yang berdatangan untuk berguru kepadanya, baik dari wilayah Minangkabau sendiri, Riau, Jambi, Malaka, maupun dari daerah-daerah lain.
|
Keterangan tempat,keterangan waktu,kata hubung,kata ganti,kata kerja |
6. |
Melalui pesantren asuhannya, Syeikh Burhanuddin mengajarkan berbagai disiplin ilmu keislaman kepada para santrinya, seperti ilmu tafsir, hadis, fikih, akidah, dan lain-lain. Selain itu, ia juga memberikan dakwah islamiah melalui pengajian kepada warga masyarakat. Atas usaha Syeikh Burhanuddin tersebut, ajaran Islam cepat menyebar di wilayah Minangkabau.
|
Kata kerja,kata sifat,kata ganti,keterngan tempat. |
7. |
Syeikh Burhanuddin meninggal pada 20 Juni 1704 pada umur 58 tahun. Syeikh Burhanuddin memimpin pesanteren tidak begitu lama, setelah sepuluh tahun memimpin ia meninggal. Kemudian, pesantren tersebut dilanjutkan di bawah kepemimpinan puteranya, Syeikh Abdullah Faqih. Atas jasa dan perjuangan menyebarkan Islam di Sumatera Barat, hingga saat ini makam Syeikh Burhanuddin mendapat perhatian besar dari para peziarah, terutama oleh para jama’ah Tarekat Shatariyah. Menurut tradisi setempat, ziarah tersebut disebut Basapa atau “bersafar serempak bersama puluhan ribu orang”, karena dilakukan setiap hari Rabu, tanggal 10 Shafar.
|
Keterangan waktu,kata ganti,kata hubung |