ANOMALI PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

Anomali Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Tesis:
Di tengah kondisi perekonomian global yang dilanda krisis, catatan pertumbuhan ekonomi Indonesia memperlihatkan hasil positif. Pada triwulan kedua tahun ini dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, ekonomi Indonesia tumbuh sekitar 6,4 persen. Pertumbuhan ini tetap masih terpust di Pulau Jawa dengan pertumbuhan sebesar 57,5 persen. Jika diakumulasikan, pertumbuhan ekonomi Indonesia semester I tahun 2012 lebih baik dibandingkan dengan semester I tahun 2011 yang tumbuh sekitar 6,3 persen.
 
Argumentasi:
Namun, pertumbuhan ekonomi Indonesia dianggap mengalami anomali. Hal ini diungkapkan oleh Salamuddin Daeng, pengamat ekonomi Indonesia for Global Justice. Beliau beralasan, pertumbuhan ekonomi ini tidak diikuti dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Lebih lanjut daeng menjelaskan, sekurang-kurangnya ada empat faktor yang membuat ekonomi Indonesia mengalami anomali. Pertama, perekonomian Indonesia banyak digerakkan oleh utang asing yang nilainya terus naik. “Utang Indonesia mencapai Rp. 2.865 triliun. Utang asing pemerintah meningkat setiap tahunnya. Utang ini menjadi sumber penghasilan utama pemerintah dan menjadi pendorong tumbuhnya ekonomi Indonesia,” papar Daeng. 
 
Kedua, peningkatan konsumsi masyarakat disinyalir ikut mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Konsumsi masyarakat yang meningkat bersumber dari harga sandang dan pangan yang mengalami kenaikan, serta ditopang oleh pertumbuhan kredit terutama kredit konsumsi. Ketiga, ekonomi Indonesia pertumbuhannya didorong oleh ekspor bahan mentah, misalnya hasil perkebunan, hutan, migas dan bahan tambang, sehingga kurang menciptakan nilai tambah dan lapangan pekerjaan. Faktor terakhir, ekonomi Indonesia pertumbuhannya didorong oleh investasi asing yang membuat sumber daya alam Indonesia makin dikuasai asing.
 
Sementara itu, A Tony Prasetiantono, Pengamat Ekonomi dari Universitas Gadjah Mada, berpendapat, pertumbuhan ekonomi Indonesia didukung oleh sektor domestik. Menurut beliau, efek krisis global melalui defisit neraca perdangan dan penurunan ekspor baru akan terasa pada kuartal ketiga dan keempat tahun ini. Beliau menganggap kontribusi ekspor terhadap PDB tidak besar.
 
Senada dengan itu, ekonom Mirza Adityaswara menyampaikan, bahwa sejumlah sector ekonomi dalam negeri tumbuh karena didukung oleh suku bunga rendah. Hal ini tampak dari pertumbuhan kredit yang mencapai 26-28 persen sekaligus didorong oleh harga BBM yang rendah karena masih disubsidi oleh pemerintah. Lebih lanjut diungkap Mirza, sektor yang berorientasi dalam negeri mengalami pertumbuhan tinggi, seperti otomotif, manufaktur, transportasi, komunikasi, dan perdagangan. Akibatnya, pertumbuhan sektor yang berorientasi dalam negeri mengakibatkan kecenderungan defisit neraca perdagangan yang semakin besar.
 
Penegasan Ulang:
Menurut Tony, belanja pemerintah yang lebih besar dan cepat juga sangat membantu pertumbuhan. Seiring hal itu, tingkat inflasi yang berada di bawah 5 persen cukup membantu, meskipun hal tersebut ada efeknya, yaitu nilai subsidi energi yang terus membengkak yang sebetulnya cenderung tidak sehat.

Leave a Reply