Resensi Novel “Rahasia batik berdarah”

Rahasia Batik Berdarah

 

Data Buku

Judul            : Rahasia Batik Berdarah
Penulis         : Leikha Ha
Penerbit      : PT Gramedia Pustaka Utama anggota IKAPI, Jakarta, 2016
Tebal           : 192 Halaman
Editor          : Selviana Rahayu

 ISI NOVEL

Fiska (tidak dijelaskan siapa nama belakang atau nama depanya) seorang wartawan muda yang biasanya meliput artis atau selebriti dengan terpaksa harus  berangkat ke Yogyakarta dengan frustrasi.  Keberangkatannya ke kota pelajar tersebut atas perintah meliput dadakan dari atasanya Pak Edi sebagai hukuman karena ia mangkir kerja selama seminggu demi menyembuhkan patah hatinya. Liputan kali ini bukan sekadar mengejar konfirmasi gosip selebritis, melainkan untuk meliput kasus pembunuhan Nita, karyawati sebuah perusahaan batik cap tradisional terkenal di kota tersebut. Ternyata tugasnya bukan hanya meliput saja, tapi ia juga ditugaskan untuk mengungkap kasusnya. Fiska pun terus mengumpat dalam hatinya dan merasa bahwa dia ini wartawan, bukan detektif yang bertugas mengungkap kasus. Berbagai keanehan ditemui Fiska selama mencari bahan berita. Pemilik pondok yang luar biasa santun tapi mampu membaca pikiran. Kejanggalan pengakuan Pak Wiryo, pemilik perusahaan batik cap. Dan noda darah pada sehelai kain batik cap di samping gudang kosong tempat Fiska dibawa oleh Diki, pacar Nita.

    Salah satu umpatan dalam hati Fiska adalah ia berulang kali menyebutkan “gue ini wartawan, bukan detektif!.” Ada rasa gregetan dalam diri saya saat beberapa kali membaca kalimat itu. Ingin sekali rasanya menjawab pernyataan Fiska dan menjelaskan bahwa wartawan itu memiliki 3/4 kemampuan detektif, atau menjelaskan kepadanya kalau tokoh detektif amatir termuda pertama di dunia berusia 18 tahun Joseph Rouletabille (The Mystery of Yellow Room 1907) adalah seorang wartawan. Ingin juga rasanya menjelaskan bahwa di dunia nyata, dua orang wartawan muda Bob Woodward dan Carl Bernstein adalah pengungkap skandal kasus Watergate dan berhasil menggulingkan Presiden Amerika, Richard Nixon pada 1974. Ingin sekali “menguliahi” Fiska dengan fakta itu.

    Kekuatan utama dari novel ini adalah gaya bahasa yang digunakan. Gaya bahasa yang dipakai serta pemilihan diksi yang benar-benar berjiwa muda. Lugas namun penuh dengan candaan. Karakter Fiska benar-benar terlihat seperti beberapa cewe-cewek labil yang biasa suka nongkrong di depan gang rumah saya. Kita bisa melihat bagaimana Fiska merajuk atau mengeluh tentang hal-hal kecil, seperti helm berbau pomade atau jeritan hati tentang mantannya. Benar-benar terlihat seperti anak muda kebanyakan. Hal inilah yang cukup menarik buat saya.Intinya,  Intinya novel ini menyajikan sebuah suguhan yang segar dalam balutan thriller dan kleniknya. Pembaca akan bisa berdecak kagum ketika membaca adegan-adegan yang pasti membuat bulu roma begidik. Semoga ketika membaca, pembaca novel ini tidak akan terkencing-kencing, karena pasalnya novel ini akan menghadirkan banyak hal-hal mengerikan yang pastinya akan membuat jantung hampir mencelus.

 

Leave a Reply