RESENSI OVEL NON FIKSI DON’T GIVE UP

Dont Give UpmRESENSI NOVEL NON FIKSI DON’T GIVE UP

1)      Data buku

a.       Judul buku : Don’t Give Up

b.      Penulis : Teguh Imam Perdana

c.       Jumlah halaman : 176

d.      Gambar dan warna : sampul warna kuning biru , halama cream, biru,orange.

e.      Penerbit : MIZAN

f.        Alamat penerbit : Jln. Cinambo No.135 , Cisateran Wetan, Bandung 40294

2)      Unsur intrinsik

a.       Tokoh :  Gerry,Ditya,Mbak Indah, Mas Bugi,Ipung,

b.      Watak :

·         Gerry : pemberi nasehat berlandaskan Al-Quran dan Hadist

·         Ditya : mencoba dirinya bagkit dari kecelakaan yang menimpanya

·         Mbak indah : ibu dari Ditya

·         Mas Bungi :  ayah dari ditya

·         Ipung  : orang yang selalu berfikiran negative tapi terkadang positif

c.       Tema : bersahabat dengan islam

3)      Isi novel

Sudahkah Anda bersahabat dengan Islam?

Jika belum, buku ini akan mengajak Anda mengenal Islam lebih dekat menggunakan pendekatan yang menyenangkan.

Bukan suatu hal yang aneh lagi, jika mayoritas remaja muslim sendiri, sering mempertanyakan aturan, isu-isu, dan pandangan yang keliru tentang Islam. Seringkali banyak remaja yang menyerah untuk menghadapi problematika ini. Padahal, jika ingin ditelusuri lebih dalam, semua keraguan itu dapat terjawab dengan pedoman utama Islam yaitu Al-Qur’an dan Hadis.

Berlandaskan dua pedoman tersebut, buku ini hadir untuk menopang pertahanan para remaja yang masih belum ngefriend sama Islam. Jawaban problematika remaja muslim akan dihadirkan melalui obrolan menarik dari keseharian Ipung dan Gerry yang diceritakan dalam buku ini.

Bagian pertama buku ini membahas bagaimana cara remaja agar tak mudah menyerah dan berputus asa dalam hidup. Rasa duka, sakit, dan susah sering membuat remaja akhirnya menjauh dari Islam. Padahal, pada hakikatnya musibah yang datang pada setiap orang disebabkan oleh prilaku orang itu sendiri. Bagian ini juga menekankan pada seorang remaja agar meyakini bahwa semua ciptaan Allah tidak ada yang sia-sia. Entah itu senang atau susah, keduanya harus tetap disikapi dengan tepat.

Parno atau paranoid terhadap isu-isu mengenai Islam menjadi bagian kedua dalam buku ini. Kaum remaja muslim pasti pernah mengalami parno ketika mendegar isu-isu Islam yang buruk seperti aliran sesat, terorisme, Islam sebagai agama yang dibenci, dan lain-lain. Sempat beredar isu jika Islam adalah musuh paling utama bangsa Barat. Betapa tidak, bangsa Barat memilki dua faktor utama yang membuat mereka terkesan pada posisi tersebut. Faktor pertama adalah latar belakang sejarah dan efek gesekan budaya. Lalu, faktor kedua adalah sentimen negatif terhadap Islam yang muncul karena perasaan manusiawi. Latar belakang seperti ini membuat bangsa Barat melancarkan strategi-strategi khusus untuk menggempur pertahanan Islam melalui ghozwul fikr (perang pemikiran) Sayangnya, bukan disikapi dengan baik, para remaja malah memiliki rasa parno yang berlebihan. Sikap parno yang muncul seharusnya dapat dikendalikan dengan cara mau mengidentifikasi isu-isu keliru yang telah tersebar di media. Adapun caranya adalah dengan mengecek langsung dari Al-Qur’an dan Hadis, melihat perbandingan antara situs bangsa Barat (www.answering-islam.com) dengan situs Islam (www.answering-christianity), dan tidak bersikap masa bodoh saat isu keliru itu merebak di kalangan masyarakat.

Kecenderungan “Asal Hantam” dalam mengambil jalan hidup dikupas pada bagian ketiga buku ini. Kecenderungan yang cukup buruk ini, dapat disikapi dengan mempertimbangkan berbagai aspek seperti syarat amar ma’ruf nahy munkar, pemahaman urgensi dakwah yang benar, dan penerapan syariat dalam kehidupan sehari-hari. Seorang muslim memang sudah sepantasnya menegakan prinsip amar ma’ruf nahy munkar. Namun, ia harus terlebih dahulu mengetahui dua syarat utama dari prinsip tersebut. Satu, harus mengetahui bahwa apa yang hendak ia cegah benar-benar hal yang buruk. Kedua, melaksanakannya dengan cara lemah lembut. Penegakan amar ma’ruf nahy munkar tentu tidak lepas dari dakwah kepada sesama. Ada tiga urgensi dakwah yang harus diterapkan agar dakwah menjadi efektif yaitu dilakukan secara terus menerus, kontinyu mengingatkan, dan menyadarkan pada keislaman.

Hal selanjutnya yang mampu membuat remaja muslim ragu terhadap nilai-nilai Islam adalah keberadaan perda syariat. Misalnya, perda salah satu kabupaten di NAD yang mewajibkan perempuan pakai rok dan melarang pakai celana panjang. Perda ini belum pantas disebut perda syariat karena tidak menggunakan mekanisme rujukan Al-Qur’an dan Hadis. Buku ini mengangkat banyak contoh perda lainnya yang juga belum pantas dikatakan sebagi perda syariat melainkan lebih cocok disebut perda bernuansa syariat.

Bagian terakhir buku ini mengupas efek semangat dakwah yang berlebihan dan jebakan dakwah. Tidak sedikit remaja muslim yang tadinya fanatik dalam memperjuangkan agama, tiba-tiba kendor imannya. Ternyata, kefanatikan terkadang membuat seseorang lupa diri dan menganggap dirinya paling benar. Namun, setelah pemikiran-pemikiran dari luar datang kepadanya, ia menjadi ragu sendiri terhadap nilai-nilai yang selama ini ia anggap paling benar.

Adapun hal-hal yang dianggap jebakan dakwah adalah memberi cap sesat kepada orang lain, bom bunuh diri sebagai bentuk jihad, dan penggunaan dinar dan dirham sebagai mata uang Islam.

Menyatakan orang lain sesat, bukanlah perkara kecil. Sebab, yang mutlak mengetahui sesat tidaknya diri manusia hanyalah Allah. Hanya saja, Allah memberi manusia petunjuk melalui Al-Qur’an untuk menjadi tolak ukur prilakunya. Jadi, setiap manusia bisa bertanya pada dirinya sendiri apakah ia tergolong sesat atau tidak.

Anggapan bom bunuh diri sebagai jalan jihad jelas merupakan anggapan yang salah. Islam justru melindungi lima hal penting yaitu agama, kehidupan, harta benda, kehormatan, dan akal budi. Sehingga jelas, darah seorang muslim sangat dilindungi dan tidak dibenarkan untuk tumpah tanpa alasan yang dibenarkan syariat.

Jebakan dakwah lainnya yang mengundang kontroversi adalah penggunaan dinar dan dirham sebagai mata uang Islam. Bahkan, ada juga yang menyatakan mata uang ini sebagai satu-satunya mata uang yang paling diridloi Allah. Padahal, dua mata uang ini pertama kali digunakan oleh bangsa Persia yang dulunya belum memeluk agama Islam.

Pemahaman tentang Islam yang disuguhkan buku ini memang masih umum dan luas cakupannya. Meski begitu, pemahaman tersebut telah mampu dikemas menarik melalui penggunaan bahasa yang ringan, desain isi yang menarik, dan gaya cerita yang ngefriend. Buku ini cocok untuk dibaca para remaja muslim yang ingin mulai atau lebih bersahabat dengan Islam.

 

Yuk, ngefriend sama Islam!

Leave a Reply