Resensi Novel ” Negeri 5 Menara”

Judul                         : Negeri 5 menara

Pengarang                : A.fuadi

Penerbit                    : PT Gramedia Pustaka Utama

Tahun terbit             : Tahun 2009

Jumlah halaman     : Xii + 423 halaman

Kota tempat terbit   : Jakarta

Kategori                   : Novel/Fiksi

Harga                       : Rp 50.000,00,_

Ukuran Novel          : 19,7 x 13,7 cm

 

2.  UNSUR EKSTRINSIK

Ahmad Fuadi lahir di Bayur Maninjau, Sumatera Barat, 30 Desember 1972 . Bayur, sebuah kampung kecil di pinggir Danau Maninjau. Ibunya adalah seorang guru SD dan ayahnya seorang guru madrasah. Ia menghabiskan masa kecilnya dan bersekolah hingga sampai Sekolah Menengah Pertama di Bayur.

 

Setelah lulus Sekolah Menengah Pertama, Ahmad Fuadi merantau ke Jawa untuk mematuhi permintaan dari Ibunya untuk masuk sekolah agama. Ia memulai pendidikan menengahnya di KMI Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo. Di Pondok tersebut ia bertemu dengan kiai dan ustad yang diberkahi keikhlasan mengajarkan ilmu hidup dan ilmu akhirat.

 

Di Pondok tersebut Ahmad Fuadi mendapat nasehat dari guru-guru atau ustad-ustadnya salah satunya adalah “man jadda wajada”, yang artinya “barang siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan menemui kesuksesan”, serta ada sebuah kata-kata lagi yang selalu dia ingat bahwa “orang yang paling baik di antaramu adalah orang yang paling banyak manfaat.” Akhirnya pesan-pesan tersebut yang menjadi prinsip yang selalu ia pegang dalam hidupnya.

 

Pada tahun 1992, Ahmad Fuadi lulus dari KMI Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogi. Kemudian melanjutkan kuliah Hubungan Internasional di Universitas Padjadjaran, Bandung.  Saat kuliah, Ahmad Fuadi pernah mewakili Indonesia mengikuti program Youth Exchange Program di Quebec, Kanada tahun 1995-1996. Di ujung masa kuliah di Bandung, Fuadi mendapat kesempatan kuliah satu semester di National University of Singapore dalam program SIF Fellowship tahun 1997.

 

Tahun 1999, ia mendapat beasiswa Fulbright untuk kuliah S-2 di School of Media anad Public Affairs, George Washington University, USA. Merantau ke Washington DC bersama istrinya Danya, juga seorang wartawan dari majalah Tempo. Sambil kuliah, mereka menjadi koresponden Tempo dan wartawan Voice of Amerika (VOA). Mereka pernah melaporkan secara langsung berita bersejarah peristiwa 11 September 2001 dari Pentagon, White House dan Capitol Hill.

 

Pada tahun 2004, Ahmad Fuadi mendapat beasiswa Chevening untuk belajar di Royal Holloway, University of London untuk sebuah bidang dokumenter. Ia juga pernah menjadi direktur komunikasi di sebuah NGO konsevasi The Nature Conservancy sejak tahun 2007 hingga sekarang.

 

3.  SI Ahmad Fuadi mulai terkenal sejak novel pertamanya, Negeri 5 Menara. Novel  tersebut merupakan buku pertama dari trilogi novelnya dan diadaptasi ke layar lebar pada 2012 dengan judul yang sama, dan menjadi salah satu film terlaris tahun 2012. Ia telah mendapatkan beberapa penghargaan, salah satunya adalah Penulis & Buku Fiksi Terfavorit versi Anugerah Pembaca Indonesia. NOPSIS

Judul Novel   : Negeri 5 Menara

Pengarang     : Karya A.Fuadi

Negeri 5 Menara merupakan karya fiksi berbentuk novel yang mengisahkan tentang kisah seorang anak laki-laki yang merantau dari Sumatera Barat di daerah Danau Maninjau menuju Ponorogo Jawa Timur. Perantauan ini bermula ketika usulan amak (ibu Alif) yang berkeinginan kuat agar alif meneruskan pendidikannya di pondok Pesantren Madani di Jawa Timur. Keinginan amak ini bertentangan dengan keinginan Alif yang memiliki cita-cita berkuliah di ITB. Jika ingin berkuliah di perguruan tinggi negeri ternama, ia harus menempuh pendidikan menengahhnya di SMA. Menurut Alif, jika ia meneruskan pendidikannya di pondok pesantren, maka cita-citanya menjadi seperti mantan presiden B.J. Habibie akan sirna. Memang demikian jika keinginan amak dan Alif bertentangan. Amak begitu menginginkan anaknya menjadi Ulama seperti bunya HAMKA, sedangkan Alif ingin menjadi ilmuan seperti Habibie. Alif menolak keinginan amak dengan tegas. Namun dengan bujukan ayah, akhirnya Alif pun luluh dan mengikuti kemauan amak dengan set Keberangkatan Alif menuju Pondok Pesantren Madani di Jawa Timur ditemani oleh ayahnya. Sepanjang perjalanan Alif berpikir seperti apa jika ia menjalani sesuatu yang bukanlah keinginannya. Sesampainya di Pondok Madani , Alif terkejut dengan segala peraturan dan kegiatan di Pondok. Semua tertata dengan rapi dan penuh dengan kedisiplinan.Di sana Alif menemui teman-teman yang berasal dari berbagai kalangan dan etnis. Alif semakin mengagumi sistem pendidikan di Pondok tersebut. Namun dalam hati kecilnya, ia belum mampu mengubur keinginannya untuk melanjutkan pendidikannya di SMA dan meneruskannya ke ITB Bandung.

Dalam perjalanan hidup Alif di Pondok Madani, terdapat beberapa orang sahabat yang membersamainya. Mereka adalah Raja Lubis dari Medan Sumatera Barat, Dulmajid dari Sumenep, Madura, Baso Salahudin dari Gowa, Sulawesi, Atang Yunus dari Bandung, Jawa Barat, dan Said Jufri dari Surabaya, Jawa Timur. Dalam keseharian Alif, ditemani oleh sahabat-sahabat yang amat menyayanginya. Suatu ketika mereka duduk-duduk santai di bawah menara besar dekat komplek masjid. Tanpa sadar mereka memandangi awan sejak tadi, dan awan-awan itu membentuk sebuah pola Negara berdasarkan perspektif mereka masing-masing. Berdasarkan perspektif itulah mereka berkeinginan kuat untuk menuju tempat itu. Atang berkeinginan untuk pergi ke Mesir, Raja ingin ke London, Alif ingin ke Amerika dan Said, Dulmajid, serta Baso ingin tetap di Indonesia. Mereka sering sekali duduk-duduk di bawah menara besar masjid Madani, karena begitu seringnya mereka melakukan aktivitas di bawah menara maka mereka dijuluki dengan sebutan sohibul Menara, yang berarti “yang punya menara.”

 

5.    PENOKOHAN/WATAK

Alif Fikri             : Tabah dan Sabar (“sabar, kita harus menghadapi hukuman ini dengan sabar”).

Dulmajid             : Ia dari Sumenep, Madura. Seorang pemain bulutangkis, rekan latih tanding Ustad Torik. Lucu, nekad (“Hah, ayo kita gotong terus masih ada waktu 5 menit” ).

Raja Lubis           : Ia dari  Medan. Ia adalah anggota English Club dan seorang orator yang hebat. Penghafal keras, gampang bingung (“Aku tidak berani melihat anak perempuan,  karena akan mengganggu hafal Al-qur’an” ).

Baso Salahudin  : Dari Gowa, Sulawesi. Terkenal karena memori fotografis dan Bahasa Arab yang fasih. Ia meninggalkan Pondok  Madani saat kelas lima untuk menjaga neneknya dan berusaha menghafal Al-Qur`an di kampung halamannya.  Pintar dan pengertian (“ayo ujian akan dilaksanakan 3 hari lagi, kita harus belajar keras” ).

Atang Yunus    : Dari Bandung. Seorang yang mencintai seni dan teater  pendiam, tidak berani aneh – aneh  (“aku sangat tidak bilang kepada ketua jasus itu, karena aku takut di hukum lagi” ).

Said Jufri         : Dari Surabaya. Ia sangat terobsesi dengan bodybuilding dan mengidolakan Arnold Schwarznegger.

Ustad Salman  : Wali kelas Alif. Laki-laki muda bertubuh kurus bersuara lantang.

Amak               : Menjunjung tinggi nilai agama, tegas, baik.

Ayah/ Fikri Syafnir / Katik Parpatiah Nan Mudo : Sabar, baik, menjunjung tinggi nilai agama.

Pak Sikumbang, Pak Etek Muncak , Pak Etek Gindo Marajo, Pak Sutan, Ismail Hamzah , Burhan, Ustadz Salman , Kiai Amin Rais , Kak Iskandar Matrufi, Rajab Sujai / Tyson , Ustadz Torik , Raymond Jeffry / Randai , Ustadz Surur , Ustadz Faris , Ustadz Jamil , Ustadz Badil , Ustadz Karim , Kak Jalal , Amir Tsani , Pak Yunus , Kurdi, Ustadz Khalid , Shaliha , Sarah, Mbok Warsi , Zamzam.

6.  KELEMAHAN

Kelemahan dari Novel Negeri 5 Menara adalah Klimaks cerita kurang menonjol sehingga para pembaca merasa dinamika cerita sedikit datar. Setelah selesai membaca, pembaca merasa cerita belum selesai setuntas-tuntasnya. Hal ini mungkin disebakan karena penulis mendasarkan ceritanya pada kisah nyata dan tidak ingin melebih-lebihkannya.

7.  KESIMPULAN

Novel ini berjudul Negeri  5  Menara, karya A. Fuadi. Menceritakan tentang kisah 6 orang sahabat. Novel ini bagus untuk dibaca semua orang. Mengingat isi novel yang bertema tentang Perjuangan, Pencapaian, dan juga Keikhlasan.

Kelebihan :

Novel ini berkisah tentang generasi muda bangsa yang penuh motivasi, bakat, semangat, dan optimisme untuk maju dan tidaknkenal menyerah, merupakan pelajaran yang amat berharga bukan saja sebagai karya seni, tetapi juga tentang psoses pendidikan dan pembudayaan untuk terciptanya sumberdaya insani yang handal. A. Fuandi mengelola nostalgia menjadi novel yang menyentuh sekaligus menjadi diskusi kritis yang bersimpatik tentang pendidikan kehidupan.

Kekurangan :

Kelemahan buku ini bagi saya, penulis kurang mampu memperlihatkan dinamika dalam cerita. Klimaks cerita kurang menonjol sehingga para pembaca merasa dinamika cerita sedikit datar. Setelah selesai membaca, pembaca merasa cerita belum selesai setuntas-tuntasnya. Hal ini mungkin disebakan karena penulis mendasarkan ceritanya pada kisah nyata dan tidak ingin melebih-lebihkannya.

Leave a Reply