RESENSI NOVEL NON FIKSI HAFALAN SHALAT DELISA

RESENSI NOVEL

HAFALAN SHALAT DELISA

KARYA TERE LIYE

 

1.DATA BUKU

v JUDUL BUKU                        : HAFALAN SHALAT DALIA

v PENULIS                                : TERE LIYE

v JUMLAH HALAMAN           :  266

v GAMBAR DAN WARNA     :

Warna cover didominasi oleh warna biru, dan warna putih.

 

v PENERBIT                  : REPUBLIK

v ALAMAT PENERBIT : JAKARTA SELATAN.

 

 

2.UNSUR INSTRINSIK

v TOKOH          : delisa, ummi salamah, fatimah, aisyah, zahra, abi usman,

  Ustad rahman, umam, tiur, pak cik acan, shopie, smith      adam.

v WATAK          : 1. Delisa      : pantang menyerah,baik,penyayang,manja.

  2.Ummi salamah : rendah hati, sabar, perhatian, bijaksana.

  3.Fatimah   : sabar, tegas.

  4.Aisyah      : keras kepala, egois, iri hati, usil.

  5.Zahra       : pendiam, baik, sabar.

  6.Abi usman : pengertian, baik, sabar, perhatian.

  7. Ustad rahman : baik, penyabar.

  8. Umam     : jahil, usil, nakal, dan pemurung.

  9.Tiur           : baik dan pengertian.

  10.Pak cik can : baik,suka menolong dan suka memberi.

  11. Shopie  : baik, penyayang serta pengertian.

  12. Smith adam : baik dan suka menolong.

v ALUR             

1.MAJU-MUNDUR-MAJU (CAMPURAN)

Alur dari cerita ini yaitu maju, mundur, maju (campuran) karena pada novel ini digambarkan bahwa Delisa mengenang masa-masa saat sebelum keluarganya meninggal karena bencana Tsunami.

 

v LATAR

A.LATAR WAKTU :

                1.LATAR TEMPAT : Desa kecil bernama Lhok-Nga pesisir pantai

                                                 Aceh.

2.LATAR WAKTU   : Pagi itu, Sabtu 25 Desember 2003. Sehari sebelum

                                   badai     tsunami menghancurkan pesisir Lhok Nga.

3. LATAR SUASANA : . Latar Suasana : Suasana saat akan terjadi Gempa  

                                        sangat tragis, seluruh orang pergi berhamburan  

                                       mencari tempat yang aman. 

 

v TEMA                 : Novel ini menceritakan seorang anak perempuan 

                                    berumur enam tahun yang bernama Delisa. Delisa 

                                    adalah seorang anak yang lugu, polos, dan suka    

                                     bertanya. Ia anak bungsu dari empat bersaudara 

                                     dalam keluarganya, kakak-kakaknya bernama Cut

                        Fatimah, Cut Zahra, dan Cut Aisyah. Mereka

                                     berdomisili di Aceh, tepatnya di Lhok Nga. Abinya

                                     bernama Usman dan uminya bernama Salamah.

 

v SUDUT PANDANG  : Cerita novel hafalan shalat delisa menggunakan  

                                    sudut pandang orang ketiga, menggunakan kata                        

                                    ganti ia,dirinya.

 

3.UNSUR EKSTRINSIK

    Tere liye adalah seorang penulis novel,kebanyakan novel yang ia tulis lebih banyak berbicara tentang kehidupa keluargadan lingkungan sekitar,dengan gaya bahasa yang familiar dan mudah untuk dimengerti,sehingga novel karyanya banyak diminati oleh para pembaca novel. Hingga tahun 2016 tere liye sudah menulis 25 novel.

 

a.     Judul novel karangan tere liye

ü Hafalan shalat delisa.

ü Kisah sang penandai.

ü Moga bunda disayang allah.

ü The gogons: james & the incridible incident.

ü Bidadari-bidadari surga.

ü Rembulan tenggelam diwajahmu.

ü Burlian.

ü Pukat.

ü Daun yang jatuh tak pernah membenci angin.

ü Eliana.

ü Ayahku.

ü Sunset bersama rosie.

ü Kau,aku & sepucuk ampau merah.

ü Negeri diujung tanduk.

ü Amelia.

ü Bumi.

ü Dikatakan atau tidak dikatakan itu tetap cinta.

ü Rindu.

ü Bulan.

ü Pulang.

ü Hujan.

 

4.ISI NOVEL

Novel ini menceritakan seorang anak perempuan berumur enam tahun yang bernama Delisa. Delisa adalah seorang anak yang lugu, polos, dan suka bertanya. Ia anak bungsu dari empat bersaudara dalam keluarganya. Delisa tinngal bersama Umminya yang bernama Salamah dan kakak-kakaknya bernama Cut Fatimah, Cut Zahra, dan Cut Aisyah. Mereka berdomisi di Aceh, tepatnya di Lhok Nga. Ayahnya yang biasa dipanggil Abi bernama Usman, beliau bekerja di kapal tanker dan baru pulang setiap 3 bulan sekali.

 

Delisa mendapatkan tugas dari Ibu Guru Nur, yakni tugas menghafal bacaan sholat yang akan disetorkan pada hari minggu tanggal 26 Desember 2004. Motivasi dari Ummi yang berjanji akan memberikan hadiah jika ia berhasil menghafalkan bacaan sholat membuat semangat Delisa untuk menghafal. Ummi telah menyiapkan hadiah kalung emas dua gram berliontin D untuk Delisa, sedangkan Abi akan membelikan sepeda untuk hafalan sholatnya jikalau lulus. Pagi itu hari minggu tanggal 24 Desember 2004, Delisa mempraktikkan hafalan sholatnya di depan kelas. Tiba-tiba Gempa bumi berkekuatan 8,9 SR yang disertai tsunami melanda bumi Aceh. Seketika keadaan berubah. Ketakutan dan kecemasan menerpa setiap jiwa saat itu. Namun, Delisa tetap melanjutkan hafalan sholatnya. Ketika hendak sujud yang pertama, air itu telah menghanyutkan semua yang ada, menghempaskan Delisa. Shalat Delisa belum sempurna. Delisa kehilangan Ummi dan kakak-kakaknya. Enam hari Delisa tergolek antara sadar dan tidak. Ketika tubuhnya ditemukan oleh prajurit Smith yang kemudian menjadi mu’alaf dan berganti nama menjadi prajurit Salam. Bahkan pancaran cahaya Delisa telah mampu memberikan hidayah pada Smith untuk bermu’alaf.

 

 

Beberapa waktu lamanya Delisa tidak sadarkan diri, keadaannya tidak kunjung membaik juga tidak sebaliknya. Sampai ketika seorang ibu yang di rawat sebelahnya melakukan sholat tahajud, pada bacaan sholat dimana hari itu hafalan shalat Delisa terputus, kesadaran dan kesehatan Delisa terbangun. Kaki Delisa harus diamputasi. Delisa menerima tanpa mengeluh. Luka jahitan dan lebam disekujur tubuhnya tidak membuatnya berputus asa. Bahkan kondisi ini telah membawa ke pertemuan dengan Abinya. Pertemuan yang mengharukan. Abi tidak menyangka Delisa lebih kuat menerima semuanya. Menerima takdir yang telah digariskan oleh Allah.

 

Beberapa bulan setelah kejadian tsunami yang melanda Lhok Nga, Delisa sudah bisa menerima keadaan itu. Ia memulai kembali kehidupan dari awal bersama abinya. Hidup di barak pengungsian yang didirikan sukarelawan lokal maupun asing. Hidup dengan orang-orang yang senasib, mereka korban tsunami yang kehilangan keluarga, sahabat, teman dan orang-orang terdekat. Beberapa bulan kemudian, Delisa mulai masuk sekolah kembali. Sekolah yang dibuka oleh tenaga sukarelawan. Delisa ingin menghafal bacaan sholatnya. Akan tetapi susah, tampak lebih rumit dari sebelumnya. Delisa benar-benar lupa, tidak bisa mengingatnya. Lupa juga akan kalung berliontin D untuk delisa, lupa akan sepeda yang di janjikan abi. Delisa hanya ingin menghafal bacaan sholatnya.

 

Akhirnya Delisa mendapatkan kembali hafalan sholatnya. Sebelumnya malam itu Delisa bermimpi bertemu dengan umminya, yang menunjukkan kalung itu dan permintaan untuk menyelesaikan tugas menghafal bacaan sholatnya. Kekuatan itu telah membawa Delisa pada kemudahan menghafalnya. Delisa telah mampu melakukan Shalat Asharnya dengan sempurna untuk pertama kalinya, tanpa ada yang terlupa dan terbalik. Hafalan sholat karena Allah, bukan karena sebatang coklat, sebuah kalung, ataupun sepeda. Selesai shalat Ashar, Delisa pergi mencuci tangan di tepian sungai, Delisa melihat ada pantulan cahaya matahari sore dari semak belukar, cahaya itu menarik perhatian Delisa untuk mendekat. Mendadak hati Delisa bergetar. Delisa berkata “bukankah itu seuntai kalung?” ternyata Delisa benar benda itu adalah kalung berinisial D untuk Delisa dalam genggaman tangan manusia yang sudah tinggal tulang. Tangan manusia yang sudah tinggal tulang itu tidak lain adalah milik Ummi Delisa. Delisa sangat terkejut.

 

5.KOMENTAR

 1.KELEBIHAN BUKU

Buku ini disajikan dengan bahasa yang komunikatif.

Dengan jalan ceritanya yang sama dengan peristiwa di kejadian nyata, memungkinkan pembaca untuk berimajinasi lebih jauh tentang cerita dari novel itu sendiri.

Ceritanya yang universal sehingga dapat diterima oleh semua kalangan.

Banyak terkandung amanat-amanat dalam menjalani kehidupan sehari-hari yang islami dan penuh kasih sayang.

Nilai keikhlasan dan kesabaran tinngi yang sangat mengharukan dengan latar belakang tsunami.

Buku ini juga mengajak kita mengerti akan kehidupan, kematian, mencintai anugerah juga musibah, dan mencintai indahnya hidayah.

 

 2.KELEMAHAN BUKU

Masih ada kata-kata yang kurang dapat dimengerti oleh sebagian kalangan, seperti ayat-ayat suci Al-quran, bahasa daerah, dan lain-lain.

 

 3.SARAN

Menurut saya buku ini sangat bagus dibaca untuk semua kalangan. Baik anak-anak, remaja, bahkan orang tua sekalipun. Pesan yang tersirat dalam novel ini memberikan banyak inspirasi bagi para pembacanya.

 

 

 

 

 

Leave a Reply